Lebaran Betawi: Identitas Budaya dan Jalan Perjuangan Politik Orang Betawi – Idiea News

Lebaran Betawi: Identitas Budaya dan Jalan Perjuangan Politik Orang Betawi

Jakarta, IdeaNews.id- Lebaran Betawi bukan sekadar seremoni budaya tahunan, melainkan simbol eksistensi dan perjuangan masyarakat Betawi dalam menjaga identitas serta mengambil peran dalam arena politik Jakarta. Tradisi silaturahmi khas Betawi, berupa antaran dan anjangsana dari yang muda kepada yang tua, dari murid kepada guru, serta dari anak kepada orangtua, menjadi refleksi nilai-nilai sosial yang masih hidup dalam masyarakat Betawi.

Namun, nilai budaya tersebut tidak berdiri sendiri. Ia tumbuh seiring dengan kesadaran politik warga Betawi untuk mengambil bagian dalam menentukan arah kebijakan kota Jakarta. Sejak pertama kali digagas oleh tokoh Betawi, Bang Amarullah Asbah (Bang Wo), Lebaran Betawi bukan hanya perayaan nostalgia akan masa lalu, tetapi juga strategi budaya untuk menegaskan keberadaan Betawi di tengah arus modernisasi Jakarta.

Penyelenggaraan resmi pertama pada tahun 2008 bersama Pemprov DKI Jakarta menandai pentingnya kolaborasi antara negara dan komunitas etnis dalam merawat budaya lokal. Dan momen di tahun 2009, yang bertepatan dengan tahun politik (Pemilu), membuka ruang lebih luas bagi masyarakat Betawi untuk menunjukkan peran politiknya. Ajang Lebaran Betawi saat itu menjadi sarana strategis bagi politisi Betawi untuk menjalin komunikasi, membangun lobi, dan memperjuangkan aspirasi kolektif.

Sejarah menunjukkan bahwa budaya dan politik tidak bisa dipisahkan. Budaya menjadi pintu masuk untuk memperkuat posisi tawar dalam sistem politik. Jika tak ada representasi politik dari orang Betawi di parlemen maupun birokrasi, maka akan sulit bagi masyarakat Betawi untuk memengaruhi kebijakan. Dengan demikian, partisipasi politik bukanlah pilihan, melainkan kebutuhan bagi masyarakat Betawi jika ingin tetap eksis dalam pembangunan Jakarta.

Kehadiran Perda No. 4 Tahun 2015 dan UU No. 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta menjadi pengakuan formal negara terhadap pentingnya pelestarian budaya Betawi. Bahkan Bamus Betawi kini diberi kewenangan lebih untuk melakukan sertifikasi kebudayaan, termasuk Lebaran Betawi. Ini bukan hanya bentuk legalitas, tapi juga bentuk legitimasi dan penguatan peran budaya Betawi dalam kehidupan publik Jakarta.

Tentu, semua ini menuntut langkah strategis dan konsolidasi dari organisasi-organisasi ke-Betawian agar dapat terus memperjuangkan cita-cita masyarakat Betawi. Perlu ada kaderisasi, penguatan kapasitas politik, dan kolaborasi yang cerdas dengan berbagai elemen masyarakat dan pemerintahan agar eksistensi Betawi tak hanya dikenang, tapi terus tumbuh dan berkontribusi aktif.

Jakarta adalah kota dengan wajah multikultural. Dalam wajah itu, budaya Betawi adalah fondasi, rumah asal yang menjadi jati diri kota ini. Maka, sudah semestinya Lebaran Betawi menjadi ajang memperkuat identitas, memperluas jaringan politik, dan memperkokoh posisi budaya Betawi dalam percaturan kota.

Jika bukan orang Betawi sendiri yang memperjuangkannya, lalu siapa lagi?

Selamat ber-Lebaran Betawi! Mari rayakan budaya, perkuat identitas, dan lanjutkan perjuangan

Oleh: Chairunnisa Yusuf
(Dosen Sistem Politik di Universitas Terbuka, juga Penulis buku Jejak Politik Betawi). (*)

Scroll to Top